Translate

Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Kaidah-kaidah Fiqih

Kaidah-kaidah Fiqih



KAIDAH-KAIDAH FIQIH
(QAWA’ID FIQHIYAH) 
I.    PENGANTAR
         Pentingnya peranan qawaid fiqhiyah dalam kajian ilmu syariah dari dahulu sampai sekarang menjadikan motivasi generasi muslim untuk tetap mempelajarinya secara mendalam. Para ulama menghimpun sejumlah persoalan fiqh yang ditempatkan pada suatu qawaid fiqhiyah. Apabila ada masalah fiqh yang dapat dijangkau oleh suatu kaidah fiqh, masalah fiqh itu ditempatkan di bawah kaidah fiqh tersebut. Melalui kaidah fiqh yang bersifat umum memberikan peluang bagi orang yang melakukan studi terhadap fiqh untuk dapat menguasai fiqh dengan lebih mudah dan tidak memakan waktu relatif lama. 
         Sebagaimana telah diketahui bahwa kewajiban generasi islam dalam zaman pembangunan masyarakat ini adalah berusaha untuk menegakkan masyarakat yang diridhai Allah dengan cara menyebarkan fiqh Islam keseluruh bagian tanah air Indonesia. Karena tidak dapat di pungkiri bahwa kemunduran fiqh islam dapat berdampak pada kerusakan bagi masyarakat Islam.
        Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh akan mengetahui benang merah yang kemudian  menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh, dan lebih arif di dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya dan lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat.    

2. PENGERTIAN QAW’ID FIQHIYAH
        Untuk mengetahui qawaid fiqhiyah, penulis akan menghadirkan pengertiannya dalam arti etimologi maupun terminologi. Kaidah secara etimologi diambil  dari bahasa arab القاعدة  yang artinya adalah pondasi atau dasar. Sedangkan القواعد  adalah bentuk jama’ dari القاعدة. Maka  kaedah secara etimologi mempunyai arti dasar-dasar. (Munawwir, 1138: 1997)
        Al-jurjani mengungkapkan makna terminologinya adalah sebuah hukum atau perkara universal yang bisa untuk memahami beberapa hukum dan masalah yang masuk dalam cakupan pembahasannya. Syaikh Muhammad bin sholih al utsaimin berkata dalam syarah ushul min ilmil ushul bahwasannya fiqih secara bahasa terambil dari kata الفقه yang artinya adalah faham.sedangkan secara istilah adalah mengetahui hukum-hukum syar’i yangberhubungan dengan amal perbuatan hamba berdasarkan pada dalil-dalilnya secara terperinci.
       Dr Muhammad shidqi al burnu menyimpulkan bahwa kaedah fiqih adalah hukum atau pondasi yang bersifat umum yang bisa untuk memahami permasalahan fiqih yang tercangkup dalam pembahasannya. ( Sabiq, 2009)
       Kaidah fiqih juga disimpulkan oleh penulis pengertiannya yaitu kaidah-kaidah yang bersifat umum, yang mengelompokkan masalah-masalah fiqih terperinci menjadi beberapa kelompok. dan kaedah-kaedah fiqih juga merupakan kaidah atau pedoman yang memudahkan dalam mengistinbathkan (menyimpulkan) hukum bagi suatu masalah yaitu dengan cara menggolongkan masalah-masalah yang serupa dengan suatu kaidah. 

3. ISTILAH-ISTILAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN QAWA’ID FIQHIYAH
Ada beberapa istilah yang berkenaan dengan qawaid fiqhiyah yang terkadang membuat beberapa orang mengalami kebingungan dan kekeliruan.
Diantaranya  adalah Al-asybah wan nadzair, dzawabitul fiqh dan qawaid ushuliyah 
A.    Antara qawaidul fiqh dan asybah wan nadzair 
       Bukanlah suatu kebetulan bila kitab-kitab kaidah fiqh dinamakan asybah wan nadzoir, sebagaimana kitab asybah wan nadzoir karya Ibnu Al-Wakil, Tajud din Subki, Syuyuthi dan juga  Ibnu Nujaim, namun diantara keduanya mempunyai hubungan,
Adapun kitab-kitab asybah wan nadzoir lebih umum dari pada kitab-kitab qawaid fiqhiyah. Dan kitab-kitab qawaid fiqhiyah lebih husus dari yang lainnya.
       Nadwa berkata: ketika kami meneliti karangan yang berjudul “Asybah wan Nadzoir fil Fiqhi”  dari kitab milik Ibnu Al-Wakil As-Syafii (716 H) sampai kitab karya ibnu Nujaim Al-Hanafi  (970 H), kami menemui beberapa dari karangan tersebut mencakup tentang masalah fiqh dan ushul fiqh dan terkadang juga mengenai sebagian ilmu theologi.
(موسى، إحسان. 1422هـ) 
B.     Antara qawaid fiqhiyah dan kaedah ushuliyah
        Persamaan kaidah fiqih dengan kaidah ushul fiqih karena keduanya adalah perkara yang berhubungan denganhukum-hukum syariat. Adapun kaidah fiqih berguna untuk mengetahui hukum-hukum yang praktis. Kaidah-kaidah ushul adalah timbangan dan patokan untuk melakukan istinbath al-ahkam secara benar.
        Kaidah-kaidah ushuliyah yaitu ketentuan global yang memungkinkan
Seperti jika kalian berkata: “perintah menandakan kewajiban” ini disebut qaidah, dan apabila kalian menemukan perintah di dalam al-quran ataupun hadits : seperti kerjakanlah sholat (أقيموا الصلاة) bayarlah zakat (آتوا الزكاة), maka ini disebut perintah, adapun kaidah adalah الآمر للوجوب (perintah menandakan suatu kewajiban) dan inilah yang disebut kaidah ushuliyah, dan kaidah usuliah ini selalu berhubungan dengan pemahaman dalil Adapun mengenai kaidah fiqih dipelajari setelah belajar fikih secara sempurna, karena kaidah fikih seperti ringkasan yang dengan ringkasan tersebut bisa mencakup seluruh masalah  manusia dalam fikih. Dan  setelah membaca fiqih dengan lengkap mengenai ibadah dan muamalah, kaidah syari’ah, bahwa amal itu tergantung niatnya sama seperti Al umur bimaqosidiha (segala sesuatu tergantung pada maqsudnya) perhatikan: Al umur bimaqosidiha ini tidak hanya pada wudhu, sholat, zakat, haji, dan puasa saja namun juga mencakup semua ibadah. Seperti ketika berkata: wadhu adalah iabadah, ibadah tersebut diharuskan niyat. Maka amal perbuatan harus disertai niat. Maka hal tersebut merupakan pembahasan masalah fiqih berbeda dengan ushul fiqih. (Hartati. 2012)
        Jika kaidah-kaidah ushuliyah dicetuskan oleh ulama ushul, maka kaidah-kaidah fiqhiyah dicetuskan oleh ulama fiqh, namun penggunaan masing-masing kaidah tersebut selalu berkaitan, tidak dapat berdiri sendiri, mengingat kaidah ushuliyah memuat pedoman penggalian hukum dari sumber aslinya sedang kaidah fiqh merupakan petunjuk pelaksana dari kaidah ushuliyah tersebut, sehingga kadang-kadang terjadi tumpang tindih mana yang disebut sebagai kaidah fiqhiyah, yang jelas keduanya merupakan patokan dalam mengistinbathkan oleh mengijtihadkan suatu hukum.
Maka penulis menyimpulkan bahwa kaidah-kaidah ushul muncul sebelum furu. Sedangkan kaidah fikih muncul setelah furu’. 
C.     Antara qawaid fiqhiyah dan dhawabith fiqhiyah
       Kemiripan antara kaedah fiqhiyah dengan dhabit perlu dibedakan. Dzabit lebih husus, adapun Kaidah fiqhiyah mencakup berbagai bab fiqh, berbeda dengan dzabit yang hanya mencakup satu bab saja. Seperti contoh (اليقين لا يزول بالشك) atau(الشك يُدْرَأ باليقين)؛   dalam kaidah tersebut berfungsi pada masalah fiqh mengenai hal yang berkaitan dengan yakin atau ragu, maka kaidah tersebut dapat diterapkan dalam beberapa bab fiqih seperti bersuci, sholat, puasa, zakat dan lain-lain.
Contoh dzabith adalah  (كل ما يُعْتَبَر في سجود الصلاة؛ يُعْتَبَر في سجود التلاوة) maka, hal tersebut hanya husus dalam bahasan sholat, bukan pada bab fiqhih yang lainnya. (صالح . 1420 هـ ـ 2000 م).
4. FAEDAH QAWA’IDAH FIQHIYAH
Banyak sekali faedah-fedah yang dapat diambil dari kai77dah fiqih ini,dua diantaranya yaitu: 
A.    Sebuah kaedah fiqih yang bisa digunakan untuk mengetahui banyak permasalahan fiqih yang    tercangkup dalam pembahasannya.dan ini akan sangat memudahkan seorang penuntut ilmu untuk mengetahui hokum-hukum fiqih tanpa harus menghafal sebuah permasalahan satu persatu. Berkata imam Al qorrofi : “barang siapa yang menguasai fiqih lewat penguasaan kaedah-kaedahnya,maka dia tidak butuh untuk menghafal semua permasalahannya satu persatu karena sudah tercangkup dalam keumuman kaedah tersebut. 
B.     Dr Muhammad shidqi berpendapat bahwa penguasaan kaidah fiqih akan sangat membantu seseorang dalam memberikan sebuah hukum yang kontemporer dan belum pernah terjadi sebelumnya dengan cara yang mudah. ( Sabiq, 2009) Penulis menyimpulkan dari dua manfaat tadi bisa difahami bahwa kaedah fiqih sangat diperlukan sangat penting untuk kaum muslim,untuk itu kaum muslim perlu mengkaji lebih dalam tentang kaedah fiqih,agar  dapat lebih bijak dalam memutuskan suatu hokum fiqih jika terdapat masalah didalamnya.
5. SUMBER QAWA’ID FIQHIYAH
Kaidah-kaidah fiqih bila ditinjau dari  sumbernya, maka terbagi menjadi tiga yaitu kaedah fiqih yang diambil dari nash Al qur’an dan As Sunah, Kaedah fiqih yang teksnya tidak terambil langsung dari nash al-Quran dan As Sunah dan kaedah fiqih yang diambil dari ijtihat para ulama’.pembahasan ini akan dibahas secara rinci sebagai berikut: 
A.    Kaidah fiqih yang teksnya terambil langsung dari nash Al qur’an dan As Sunah. Misalnya firman Allah ta’ala:  ولا تأكلوا أموا لكم بينكم بالباطل <188>
"Dan janganlah kalian memakan harta sesama kalian dengan cara yang bathil.”(QS.Al Baqoroh: 188)
Ayat ini menunjukkan sebuah kaidah tentang haramnya semua jenis transaksi dan perbuatan yang akan berakibat memakan harta orang lain dengan cara yang tidak syar’i.
Adapun missal kaedah fiqih yang terambil dari sabda rosuluallah SAW adalah:
لا ضرر ولا ضرار
"Tidak boleh berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain.”
Hadits ini merupakan kaedah umum tentang berbagai hal,mulai dari masalah makanan pergaulan,muamalah dan lainnya.bahwasannya semua itu kalau mengakibatan bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain maka diharamkan. 
B.     Kaedah fiqih yang teksnya tidak terambil langsung dari nash al-Quran dan As Sunah,namun kandungannya berdasarkan al-qur’an dan as Sunah.
Misalnya adalah sebuah kaedah yang sangat masyhur:
اليقين لا يزول بالشكّ
"Sesuatu yang yakin tidak bisa dihilangkan dengan sebuah keragu-raguan.”
Kaadah ini berdasarkan kepada hadits, diantaranya adalah hadits abu sa’id Al hudri:
إذا شكّ أحدكم في صلاته فلم يدر كم صلّى أثلاثا أم أربعا فليطرح الشكّ و ليبن على ما استيقن
"Dari Abu Said al Khudri berkata: “ Rosululloh bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian ragu-ragu dalam sholatnya dan dia tidak mengetahui sudah berapa rokaat dia sholat, apakah tiga ataukah empat rokaat dia sholat,maka hendaklah dia membuang keraguan tersebut dan berpeganglah pada sesuatu yang meyakinkan.”(HR.Muslim) 
C.     Kaidah fiqih yang tersusun berdasarkan ijtihat para ulama’.dan ini biasanya didasarkan atas sebuah qiyas atau ta’lil (melihat sebab dari sebuah hukum ) atau dengan melihat kepada sifat hukum syar’i secara umum serta melihat kepada maqoshid syar’iyyah (maksud dan tujuan dari sebuah hu kum syar’i ) atau yang lainnya. ( Sabiq, 2009)

6. HUKUM BERHUJJAH DENGAN QAWAID FIQHIYAH 
Apakah kaidah-kaidah fiqih ini boleh dijadikan sebagai sebuah hujjah? Jawabannya: masalah ini perlu diperinci sesuai dengan perincian sumber kaidah fiqih. 
Pertama:jika kaidah itu teksnya langsung terambil dari nash al-qur’an dan as sunah as shohihah,maka tidak diragukan lagi bahwa kaedah itu adalah hujjah,karena berhujjah dengan kaidah tersebut sama saja dengan berhujjah dengan nash yang menjadi sandaran utamanya.
Kedua:  jika kedua itu teksnya tidak langsung terambil dari nash, namun hanya disusun oleh para ulama’, hanya saja kandungan maknanya berdasarkan pada apa yang terdapat dalam al-quran dan as sunnah,maka kaidah semacam inipun hujjah, karena dengan berhujjah dengan kaidah tersebut, sama saja dengan berhujjah dengan berbagai dalil yang mendasarinya.
Ketiga: adapun kaidah fiqih yang tersusun berdasarkan ijtihat para ulama’ atau berdasarkan dalil qiyas, maqoshid syar’iyyah maupun lainnya,maka hukumnya adalah hukum berdalil dengan asal dari kaedah tersebut.( Sabiq, 2009)

7. SEJARAH SINGKAT ILMU QAWA’ID FIQHIYAH 
Sejarah semua ilmu-ilmu syar’i dimulai sejak zaman rosulullah SAW karena memang zaman itulah zaman turunnya wahyu dan tasyri’. Kaidah fiqih dimulai dengan adanya beberapa ayat dan hadits rosuluallah SAW yang bisa dianggap sebagai sebuah kaedah yang mencangkup banyak permasalahan fiqih. Sebagai sebuah contoh adalah beberapa ayat al-quran , diantaranya:
وأحلّ الله البيع وحرّم الرّبوا (275)
Dan Allah menghalalkan jual beli serta mengharamkan riba” 
Adapun hadist Rosulullah SAW diantaranya:
البيّنة على المدعي واليمين على من انكر
“orang yang menuntut harus mempunyai bukti,sedangkan yang mengingkari cukup bersumpah”
Lalu kalau kita beranjak kepada zaman sahabat,maka akan kita temukan atsar beberapa sahabat,yang bisa dianggap sebagai sebuah kaedah fiqih.
Contohnya adalah apa yang dikatakan oleh umar bin khothob:
مقاطع الحقوق عند الشروط
“Hak-hak itu tergantung pada syaratnya.” (HR.bukhori)
Selanjutnya hal-hal semacam ini juga ditemukan dari perkataan para tabi’in dan para ulama’ setelahnya.
Misalnya apa yang pernah dikatakan oleh Imam Abu Yusuf Al-Qodli:
التعزير إلى الإمام على قدر عظم الجرم و صغره
"Hukuman ta’zir itu diserahkan kepada hakim,tergantung dari besar dan kecilnya tindakan kriminal.”
كلّ من مات من المسلمين لا وارث له فماله لبيت المال
“Siapa saja dari kalangan ummat islam yang meninggal dunia sedangkan ia tidak meninggalkan ahli waris,maka hartanya untuk baitul mal.”
Bagaimana pula kalau kita cermati perkataan imam syafi’i dalam beberapa kitabnya maka akan kita dapati bahwa beliau mengungkapkan sebuah kaedah fiqih,misalnya:
الرخص لايتعدي بها مواضعها
“ Sebuah keringanan syar’i itu tidak bisa melampaui tempat berlakunya.” (Al umm 1/80)
Imam ahmad berkata :
كل ما جاز فيهالبيع تجوز فيه الهبة والصدقة و الرهن
“Semua yang boleh diperjual belikan maka boleh untuk dijadikan bahan hibah, shodaqoh dan gadai.”(Masail Imam Ahmad oleh Imam abu dawud hal :203)
Dan masih banyak lagi dari pada ulama’ islam.
Namun kaedah fiqih baru dikenal sebagai sebuah disiplin ilmu yang tersendiri sekitar abad keempat hijriyah kemudian berlanjut pada abad-abad setelahnya.
Adapun yang pertama kali dianggap mengumpulkan kaedah-kaedah fiqhiyah adalah  imam abu thohir ad dabbas beliau adalah salah seorang ulama’ madzhab hanafi pada abad keempat hijriyah, sebagaimana yang disyaratkan oleh imam suyuti,al Ala’I dan ibnu nujaim dalam beberapa kitab qowaid fiqhiyah mereka.
Kemudian diteruskan oleh imam karkhi (beliau wafat tahun 340H) yang mana beliau memiliki sebuah risalah yang mengandung tiga puluh Sembilan kaedah fiqhiyah.kemudian setelah itu para ulama’ berlomba untuk menulis dalam bidang ini sehingga banyak didapatkan kitab yang berhubungan dan membahas kaedah fiqih. (Lihat Al wajiz  fi adhohi qowaid Al fiqh al kulliyah oleh Dr Muhammad Shidqi al burnu hal: 44, Jamharoh al qowaid al fiqhiyah oleh Dr Ali Ahmad An- Nadawi 1/29 dan selanjutnya ). ( Sabiq, 2009)

8. MACAM-MACAM QAWA’ID FIQHIYAH
Macam-macam kaedah fiqih bisa ditinjau dari tiga sisi:
Pertama: ditinjau dari sumbernya.
Kedua : ditinjau dari keluasaan pembahsannya.
Ketiga: ditinjau dari apakah kaidah tersebut disepakati atau diperselisihkan oleh para ulama’.
Adapun yang pertama,maka telah dibahas pada sumber kaidah fiqih.
Adapun yang kedua:
Maka kaidah fiqih kalau ditinjau dari luas dan sempitnya pembahasan dan permasalahan, terbagi menjadi tiga macam: 
A.    Kaidah-kaidah besar yang mencangkup hampir seluruh bab fiqih islam.
            Kaedah ini biasanya disebut dengan القواعد الكلية الكبري
            Jumlah dari kaedah ini yang masyhur dikalangan ulama’ ada lima kaedah,namun sebagian      ahlul ilmi menambahkan satu lagi sehingga jumlahnya ada enam. Kaidah –kaidah ini adalah:
a)   إنما الأعمال بالنيات
"Amal perbuatan itu tergantung niatnya”
b)  اليقين لا يزول بالشكّ
“Sesuatu yang yakin tidak bisa hilang dengan keraguan”
c)   المشقة تجلب التيسير
“Kesulitan membawa kemudahan”
d)  لا ضرر ولا ضرار
“Tidak boleh membuat sesuatu yang membahayakan”
e)   العادة محكمة
“Sebuah adat kebiasaan itu bisa dijadikan sandaran hukum”
f)    إعمال الكلام أولى من إهماله
“memfungsikan ucapan lebih baik dari pada menghilangkannya” 
B.     Kaidah yang tidak masuk dalam kaedah besar di atas, dan kaidah ini terbagi menjadi dua, yaitu:
Pertama : kaidah-kaidah yang menjadi cabang dari kaidah besar diatas.
Contohnya:
الضرورات تبيح المحذورات
“Kondisi darurat bisa memperbolehkan sesuatu yang terlarang”
Kedua: kaidah-kaidah yang bukan merupakan cabang dari beberapa kaidah besar di atas, namun juga mencangkup banyak permasalahan fiqih meskipun tidak seluas yang keenam kaidah di atas.
Contohnya:
التابع تابع
“ Sesuatu yang hanya mengikuti (lainnya)  maka hukumnya pun pengikut lainnya”. 
C.     Kaidah yang hanya memiliki kawasan permasalahan yang sempit.yang biasanya hanya berlaku untuk satu atau beberapa bab saja.
Misalnya:
الأصل في الماء الطهارة
“Asal hukum air itu suci.”
Kaidah ini hanya pada permasalahan air saja dan tidak berlaku pada yang lainnya.


Adapun yang ketiga:
yaitu pembagian kaedah fiqih ditinjau dari kesepakatan atau perselisihan para ulama’, maka terbagi menjadi dua: 
A.    Kaedah yang disepakati oleh para ulama
Di antaranya adalah kaidah-kaidah besar serta banyak kaidah lainnya. 
B.     Kaedah fiqih madzab tertentu saja.
Dan ini adalah beberapa kaidah yang ditetapkan oleh para ulama’ untuk berbagai masalah yang terdapat dalam madzhab mereka, namun diselisihi oleh madzhab ulama’ lainnya. ( Sabiq, 2009)

9. CARA ULAMA’ DALAM MENYUSUN QAW’ID FIQHIYAH
        Para ulama’ melakukan banyak cara dalam penyusunan urutan kaidah-kaidah salah satunya dimulai dengan kaidah-kaidah besar kemudian diikuti dengan beberapa kaidah kecil yang tergabung padanya, kemudian selain itu ada pula yang dimulai dengan kaedah yang terambil dari nash alquran dan as sunah, bahkan ada juga yang menulisnya tanpa ada urutan yang jelas.
10. PENUTUP
         Terdapat banyak pengertian dari qawaid fiqhiyah dan dapat disimpulkan bahwa pengertiannya yaitu kaidah-kaidah yang bersifat umum, yang mengelompokkan masalah-masalah fiqih terperinci menjadi beberapa kelompok. dan kaedah-kaedah fiqih juga merupakan kaidah atau pedoman yang memudahkan dalam mengistinbathkan (menyimpulkan) hukum bagi suatu masalah yaitu dengan cara menggolongkan masalah-masalah yang serupa dengan suatu kaidah. Perbedaan antara  Al-asybah wan nadzair, dzawabitul fiqh dan qawaid ushuliyah adalah jika  asybah wan nadzair lebih umum dari qawaid fiqhiyah, kemudian  terdapat beberapa perbedaan antara perbedaan qawaid fiqhiyah dengan dhawabit fiqhiyah ialah cakupan dhabith fiqhiyah lebih sempit dari cakupan qawaidh fiqhiyah dan pembahasan qawaid fiqhiyah tidak dikhususkan pada satu bab tertentu, lain halnya dengan dhabith fiqhiyah. Perbedaan qawaid fiqhiyah dengan ushul fiqh ialah , qawaid ushuliyyah adalah himpunan sejumlah persoalan yang meliputi tentang dalil-dalil yang dapat dipakai untuk menetapkan hukum. Sedangkan qawaid fiqhiyah merupakan himpunan sejumlah masalah yang meliputi hukum-hukum fiqh yang berada di bawah cakupannya semata. Untuk macam-macam kaidah fiqih bisa ditinjau dari tiga sisi: ditinjau dari sumbernya, dari keluasaan pembahsannya dan ditinjau dari apakah kaedah tersebut disepakati atau diperselisihkan oleh para ulama’. Kaidah-kaidah besar yang mencangkup hampir seluruh bab fiqih islam yaitu
إنما الأعمال بالنيات، اليقين لا يزول بالشك، المشقة تجلب التيسير، لا ضرر ولا ضرار، العادة محكمة،إعمال الكلام أولى من إهماله

DAFTARPUSTAKA

 صالح . 1420 هـ ـ 2000 م، مجموعة الفوائد البهية على منظومة القواعد البهية. المكتبة الشاملة
موسى، إحسان. 1422هـ. ورقة بحثية بعنوان:دراسة السنة النبوية في جامعة العلوم.المكتبة الشاملة
Sabiq, Ahmad bin Abdul latief Abu Yusuf. 2009. Kaidah-kaidah Praktis Memahami Fiqih Islam. Purwodadi Sedayu Gresik: Pustaka Al-furqon

Hartati. 2012. Hakikat Qawaid Fiqhiyah. (online). (www.abdulhelim.com/2012/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html. Diakses  pada tanggal 19/02/13)

Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif

3 komentar: