Translate

Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum

Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum

Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum 

العادة محكمة


a. Pendahuluan
     Qawaidul fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqih) adalah suatu hukum kully (menyeluruh) yang mencakup intisari hukum-hukum fiqih.Qawa’id fiqhiyah mempunyai beberapa kaidah, diantaranya adalah al-‘adah al-muhakkamah (adat itu bisa menjadi dasar dalam menetapkan suatu hukum) yang diambil dari kebiasaan-kebiasaan baik yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat sehingga dapat dijadikan dasar dalam menetapkan suatu hukum sesuai dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqih kita akan mengetahui benang merah dalam segala permasalahan fiqih, karena kaidah fiqih menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqih sehingga dapat dengan bijak dalam menerapkan hukum fiqih dalam waktu, tepat, situasi dan kondisi yang seringkali berubah-ubah.
        Deangan memahami kaidah fiqih, kita akan lebih bijak di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya serta lebih mudah mencari solusi terhadap masalah-masalah yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat. Didasari semua itulah , pemakalah merasa tertarik untuk mengkaji salah satu kaidah fiqih kelima yaitu al-‘adah al-muhakkamah. Kelima kaidah dasar yang disebut al qawaa’id al khomsah tersebut adalah :1) Al Umuur Bi Maqaasidiha (Nilai suatu persoalan diukur dengan niatnya), (2) Al Yaqiinu Laa Yuzaalu bi Asy Syakk (Sesuatu yang telah diyakini keberadaannya, tidak bisa dihapuskan dengan keraguan), 3)Al Masyaqqah Tajlib At Taisir (Kesulitan itu membawa kepada kemudahan), 4) Ad Dharar Yuzalu (Segala bentuk kemudaratan harus dihilangkan), 5) Al ‘aadah Muhakkamah (Adat itu bisa menjadi dasar dalam menetapkan suatu hukum).
        Dalam makalah ini, hanya akan di kaji mengenai dasar hukum yang kelima saja yaitu tentang Al ‘aadah Muhakkamah (Adat itu bisa menjadi dasar dalam menetapkan suatu hukum). Oleh karena itu, di dalamnya akan dibahas tentang beberapa perkara mengenai : 1) Pengertian al-‘aadah,2) Dasar-dasar hukum, 3)Cabang-cabang kaidah al-a’aadah muhkamah.

b. Pembahasan
اَلْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ 
“Adat kebiasaan dapat dijadikan hukum”
       Kaidah fiqih ini berkenaan tentang adat atau kebiasaan, dalam bahasa Arab terdapat dua istilah yang berkenaan dengan kebiasaan yaitu al-‘adat dan al-‘urf. Adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus menerus dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima akal dan secara terus menerus manusia mau mengulanginya. Sedangkan ‘Urf ialah sesuatu perbuatan atau perkataan dimana jiwa merasakan suatu ketenangan dalam mengerjakannya, karena sudah sejalan dengan logika dan dapat diterima oleh watak kemanusiaannya. Kata Al-‘aadah atau al-u’rf Menurut Imam abi al faidh terkadang digunakan dalam satu makna akan tetapi sama dalam bidang ilmu lain. Bahwasannya ‘urf atau al ‘aadah adalah sesuatu yang dianggap baik oleh syarak atau perkara yang dianggap baik.
       Djazuli mendefinisikan, bahwa al-‘adah atau al-‘urf adalah “Apa yang dianggap baik dan benar oleh manusia secara umum (al-‘adah al-‘aammah) yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan”. ‘Urf ada dua macam, yaitu ‘urf yang shahih dan ‘urf yang fasid. ‘Urf yang shahih ialah apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan manusia dan tidak menyalahi dalil syara’, tidak menghalalkan yang haram dam tidak membatalkan yang wajib. Sedangkan ‘urf yang fasid ialah apa-apa yang telah menjadi adat kebiasaan manusia, tetapi menyalahi syara’, menghalalkan yang haram atau membatalkan yang wajib.
       Suatu adat atau ‘urf dapat diterima jika memenuhi syarat-syarat berikut:
1. Tidak bertentangan dengan syari'at.
2. Tidak menyebabkan kerusakan dan tidak menghilangkan kemashlahatan.
3. Telah berlaku pada umumnya orang muslim.
4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdhah.
5. Sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan hukumnya.
6. Tidak bertentangan dengan Qur’an dan sunnah.

c. Dasar Hukum Kaidah

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ
“Dan suruhlah orang-orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang bodoh”.(QS. Al-A’raf: 199).
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan pergaulilah mereka secara patut”. (QS. An-Nisa: 19).
مَا رَءَاهُ اْلمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ وَمَا رَءَاهُ المُسْلِمُوْنَ سَيْئًا فَهُوَ عِنْدَااللهِ سَيْءٌ
“Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam maka baik pula di sisi Allah, dan apa saja yang dipandang buruk oleh orang Islam maka menurut Allah pun digolongkan sebagai perkara yang buruk" (HR. Ahmad, Bazar, Thabrani dalam Kitab Al-Kabiir dari Ibnu Mas'ud).

Cabang-cabang kaidah al-a’aadah muhkamah
Cabang-cabang kaidah al-a’aadah muhkamah ada Sembilan, yaitu:
استعمال الناس حجة يجب العامل
“Apa yang biasa dilakukan oleh orang banyak adalah hujjah (alasan, argument dan dalil ) yang wajib diamalkan”
      Maksud kaidah ini adalah apa yang sudah menjadi adat kebiasaan dimasyarkat, menjadi pegangan, dalam arti setiap masyarakat menaatinya. Contohnya: menjahitkan pakaianya kepada tukang jahit, sudah menjadi adat kebiasaan bahwa yang menyediakan benang, jarum, dan menjahitnya adalah tukang jahit.
انما تعتبر العادة إذااضطردت أو غلبت
“Adat yag diangap (sebagai pertimbangan hukum) itu hanyalah adat yang berlaku umum”.
        Maksudnya tidak dianggap adat kebiasaan yang bisa dijadikan pertimbangan hukum, apabila adat kebiasaan itu hanya sekali-kali terjadi dan atau tidak berlaku umum. Kaidah ini sesungguhnya merupakan dua syarat untuk bisa disebut adat, yaitu terus-menerus dilakukan yang bersifat umum (keberlakuannya). Contohnya: apabilas seseorang berlangganan majalah atau surat kabar, maka majalah dan surat kabar itu diantar kerumah pelanggan. Apabila pelanggan tidak mendapatkan majalah atau surat kabar tesebut maka ia biasa mengadukan dan menuntutnya kepada agen majalah atau surat kabar tersebut.
العبرة للغالب الشائع لا للنادر
“Adat yang diakui adalah adat yang seringkali dilakukan bukan yang jarang dilakukan”
Ibnu Rus berkata:
الحكم بالمعتادلا بالنادر
“Hukum itu dengan mencakup atas apa yang biasa terjadi bukan yang jarang terjadi”.
Contohnya : para ulama berbeda pendapat tentang waktu hamil terpanjang, dan jika menggunakan kaidah diatas, maka waktu hamil terpanjang tidak akan melebihi satu tahun. Demikina pula menentukan masa menopause ketika wanita berusia 55 tahun .
العرف عرفا كالمشروط شرطا
“Sesuatu yang telah dikenal dengan urf seperti yang di syatratkan dengan suatu syarat”.
       Maksudnya adat kebiasaan dalam bermu’amalah mempunyai daya ikat seperti suatu syarat yang dibuat, meskipun tidak secara tegas dinyatakan. Contohnya : apabila orang bergotong royong membangun rumah yatim-piyatu, maka berdasarkan adat kebiasaan, orang-orang yang bergotong royong itu tidak dibayar. Jadi tidak bisa menuntut bayaran. Lain halnya apabila sudah dikenal sebagai tukang kayu atau tukang cat yang biasa diupah, datang kesuatu rumah yang sedang dibangun lalu dia bekerja disitu, tidak mensyaratkan apapun, sebab kebiasaan tukang kayu atau tukang cat apabila bekerja, dia mendapat bayaran.
المعروف بين التجار كالمشروط بينهم
Sesuatu yang telah dikenal diantara pedagang berlaku sebagai syarat diantara mereka”.
Sesungguhnya ini adalah dhabith karena berlaku hanya dibidang mu’amalah saja, dan itupun dikalangan pedagang (aka dijelaskan lebih jauh dalam dhabit mu’amalah). Dimasukan disini dalam kaitannya dengan kaidah al-adah muhkamah
التعيين بالمعروف كالتعيين بالنص
ketentuan berdasarkan ‘urf seperti ketentuan berdasarkan nash”.
      Maksud kaidah ini adalah sesuatu ketentuan berdasarkan ‘urf yang memenuhi syarat. Adalah mengikat dan sama kedudukannya seperti ketetapan hukum berdasarkan nash. Contohnya : apabila seseorang menyewa rumah atau toko tanpa menjelaskan siapa yang bertempat tinggal dirumah atau toko tersebut, maka sipenyewa bisa memanfaatkan rumah tersebut tanpa mengubah bentuk atau kamar-kamar rumah kecuali dengan ijin orang yang menyewakan.
الممتنع عادة كالممتنع حقيقة
“ kebiasaan itu akan senantiasa selaras dengan kenyataan”.
      Maksud kaidah ini adalah tidak akan mungkin ada kebiasaan yang keluar dari akal sehat. Contohnya: seseorang mengaku bahwa harta yang ada pada orang itu miliknya. Tetapi dia tidak bisa menjelaskan dari mana asal harta tersebut. Sama halnya seperti seseorang mengaku anak si A tetapi ternyata umur dia lebih dia tua dari umur si A yang diakui sebagai bapaknya.
الحقيقة تترك بدلالة العادة
“ Arti hakiki (yang sebenarnya) ditinggalkan karena ada petunjuk arti menurut adat”.
      Maksudnya: arti yang sesungguhnya ditinggalkan apabila ada arti lain ditunjukan oleh adat kebiasaan. Contohnya: yang dimaksud jual beli adalah penyerahan uang dan peneriamaan barang oleh sipembeli serta sekaligus penyerahan barang dan penerimaan uang oleh si penjual. Akan tetapi, apabila sipembeli sudah menyerahkan tanda jadi (uang muka), maka berdasarkan adat kebiasaan, akad jual beli itu telah terjadi. Maka sipenjual tidak bisa lagi membatalkan jual belinya meskipun harga naik.
الاذن العرفي كالاذن اللفظي
“Pemberian izin menurut adat kebiasaan setara dengan pemberian izin menurut ucapan”.
Contohnya : Apabila tuan rumah menghidangkan makanan untuk tamu tetapi tuan rumah tidak mempersilahkan, maka tamu boleh memakannya, sebab menurut kebiasaan bahwa dengan menghidangkan berarti mempersilahkannya.

Penutup
      Dari makalah ini dapat di ambil kesimpulan bahwasanya mempertimbangkan kebiasaan dalam suatu daerah atau masyarakat sangatlah penting dalam memutuskan suatu hukum, hal itu dikarenakan hukum fiqih itu sangatlah fleksibel dan sesuai dengan kontek yang akan dihukumi, dan kebiasaan dalam masyarakat memiliki porsi besar dalam hal ini.

Daftar rujukan
Al faidh, abi. Tanpa tahun. Al fawaa’id al janiyyah. Bairut: darul fikr
Hakim, abdul hamid. 1927. As sullam. Jakarta: Al maktabah as sa’adiyah futron.
Alim. 2011. Al ‘aadah muhakkamah.
(online), http://alimchoy.blogspot.com,

1 komentar:

  1. apakah bias hokum adat dan hokum kebiasaan menjadi hokum nasional? mohon jelaskan?

    BalasHapus